Kapolri dan Menkopolhukam Intervensi MUI, Pemuda Muhammadiyah: Pecat Tito dan Wiranto!


Sikap dan pernyataan Menkopolhukam Wiranto dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian terkait fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 56 Tahun 2016, secara tidak langsung menggiring persepsi publik bahwa Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak berpihak pada umat Islam.
Pernyataan sikap itu disampaikan Sekretaris Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Pedri Kasman, melalui rilis (21/12).
“Pak Wiranto dan Pak Tito seolah telah mempertontonkan rezim ini adalah era diktator. Pada akhirnya akumulasi ketidakpuasan ummat itu akan semakin menggumpal dan membahayakan kesatuan bangsa ini,” tegas Pedri.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban moril Pemerintah pada Umat Islam, Pemuda Muhammadiyah meminta Presiden Joko Widodo untuk memecat Wiranto sebagai Menkopolhukam dan Tito Karnavian sebagai Kapolri.
Pernyataan Kapolri Tito Karnavian bahwa Fatwa MUI bukanlah hukum positif telah memancing keresahan baru di masyarakat. Padahal Fatwa MUI No 56 tahun 2016 tertanggal 14 Desember 2016 tentang hukum menggunakan atribut non-Muslim bagi umat Islam adalah murni fatwa keagamaan untuk melindungi akidah ummat.
 
Pedri mengingatkan, fatwa MUI itu justru harus dilihat sebagai alat perekat toleransi, agar tak ada pimpinan perusahaan yang semena-mena memaksa karyawannya yang muslim memakai atribut natal. “Karena bagi ummat Islam hal itu bertentangan dengan keyakinannya. Polri harus mencegah tindakan intoleran itu. Dan tindakan itu justru diperlukan untuk menjaga persatuan bangsa. Maka keluarnya fatwa MUI justru membuat polri punya pegangan untuk mengontrol pimpinan perusahaan yang berbuat intoleran tersebut,” beber Pedri.
Menurut Pedri, sikap Kapolri itu semakin memancing amarah Umat Islam yang sedang berjuang menuntut keadilan dalam kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). “Kasus ini sudah menyulut keresahan dengan eskalasi massa yang sangat tinggi, bahkan aksi 212 bisa disebut sebagai aksi massa terbesar sepanjang sejarah Indonesia,” ungkap Pedri.
Pemuda Muhammadiyah juga menilai, sikap dan pernyataan-pernyataan Kapolri yang dalam pandangan Umat Islam terkesan membela Ahok. Misalnya sikap polri yang tidak mau menahan Ahok setelah ditetapkan sebagai tersangka. Padahal selama ini semua tersangka penistaan agama langsung ditahan.
“Lalu ada pernyataan Kapolri bahwa Ahok tidak ditahan karena ada perbedaan pendapat (dissenting opinion) di kalangan penyidik, padahal dissenting opinion itu hanya ada di pengadilan. Di tingkat penyelidikan dan penyidikan tak ada, begitu ditetapkan tersangka selesai,” jelas Pedri.
Sedangkan terkait pernyataan Menkopolhukam Wiranto yang meminta agar MUI melakukan koordinasi dengan pihak Kepolisian dan Menteri Agama dalam setiap menetapkan fatwa, Pemuda Muhammadiyah berpandangan, pernyataan Wiranto adalah bentuk intervensi pemerintah terhadap MUI dalam menetapkan fatwa.
“Sekaligus juga bentuk pengkebirian terhadap hak berekspresi dan menyatakan pendapat yang dijamin undang-undang. Sebagai Menko Polhukam semestinya Pak Wiranto memanggil pihak terkait untuk mengkoordinasikan supaya perayaan natal Ummat Nasrani tahun ini berjalan lancar dan tidak mengganggu toleransi antar ummat beragama,” kata Pedri.
MUI sendiri adalah ormas yang keberadaannya dijamin oleh konstitusi. Fatwa MUI adalah bentuk perlindungan dan pengayoman Ulama terhadap Ummat Islam agar tak tergelincir dalam penyimpangan dan penyesatan. Karenanya pemerintah dan penegak hukum harus menghormati fatwa-fatwa MUI.
“Toh selama ini justru pemerintah dan penegak hukum selalu meminta fatwa MUI dalam banyak kasus. Bahkan pada kasus Ahok, laporan pertama masyarakat ditolak oleh Bareskrim Polri dengan alasan belum ada Fatwa MUI,” pungkas Pedri. [beritaislam24h.net / itj]
 
loading...

Subscribe to receive free email updates: