Anton mempertanyakan dasar apa penghargaan tersebut diberikan. Sebab
dalam memberikan sebuah penghargaan, menurutnya harus dilihat secara
komprehensif.
“Dari sudut pandang apa (penghargaan itu) ? Kalau pakai kacamata kuda
dari satu sisi saja ya pantas-pantas saja. Kita harus lihat secara
komprehensif, lihat secara keseluruhan,” kata Anton, Minggu
(25/12/2016), seperti dilansir Netralnews.com.
“Gak bisa liat dari satu sudut pandang saja. Kita harus liat sudut pandang, cara pandang, dan jarak pandang,” sambungnya.
Selain itu Anton menegaskan, jika apa yang diberikan Lieus dan Jusuf
kepada Habib Rizeq, tidak mewakili etnis Tionghoa secara keseluruhan.
“Saya gak benci, saya juga gak dukung, silahkan saja mereka mau buat
apa. Cuma saya minta kalau mereka mau ngambil keputusan harusnya
komprehensif, secara keseluruhan. Jangan bawa-bawa pakai nama Tionghoa,”
tegasnya.
Sebelumnya, Muslim Tionghoa Indonesia (MUSTI) pimpinan Jusuf Hamka dan
Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak) pimpinan Lieus Sungkharisma,
memberikan penghargaan Man Of The Years 2016 kepada Habib Rizieq, pada
Selasa (20/12/2016).
Mereka menilai penghargaan itu layak diberikan kepada Habib Rizieq
lantaran Imam Besar FPI itu berhasil memimpin jutaan umat dalam Aksi
damai Bela Islam 4 November dan 2 Desember.
“Dengan wibawa yang la miliki, Habib Rizieq Shihab berhasil meredam
amarah Umat Islam yang berunjukrasa sehingga aksi tersebut tidak
berakhir anarkis. Bahkan tidak ada rumput yang rusak dan satu ranting
pohon pun yang patah dl Monas,” kata Jusuf Hamka di kawasan Menteng,
Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2016).
Jusuf Hamka menambahkan, dalam berbagai kesempatan Habib Rizueq Shihab
juga selalu menekankan bahwa ia cinta NKRI dan aksi “Bela Islam” yang di
pimpinnya bukan karena umat Islam anti Cina atau anti etnis dan agama
lain, namun murni sebagai bentuk perjuangan untuk membela agamanya.
[beritaislam24h.net / pnc]
loading...