Masalah pertama itu adalah hardikan dan fitnah kepada Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma’ruf Amin. Jika Kiai Maruf memberi maaf ke Ahok dan kuasa hukumnya masalah ini bisa selesai.
’’Tapi kalau yang ini, selama Kiai Ma’ruf memberikan maaf, urusan selesai," jelas Mahfud MD dalam wawancara di sebuah televisi swasta nasional, Rabu malam (1/2/2017).
Sedangkan krusial kedua, lanjutnya, adalah masalah dugaan adanya indikasi kuat bahwa kubu Ahok memiliki rekaman hasil penyadapan percakapan antara Kiai Ma’ruf dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam persidangan indikasi ini diucapkan secara terus menerus. Bahkan secara detail pihak kuasa Ahok menyebut percakapan itu dilakukan.
’’Jelas sekali dan diucapkan berkali-kali dalam persidangan. Penyadapan ini pelanggaran luar biasa,’’ terangnya.
Terkait penyadapan, tegasnya, polisi bisa langsung mengusut dengan menanyakan langsung ke Ahok dan kuasa hukum terkait bukti rekaman itu. “Pasalnya, penyadapan masuk dalam kategori bukan delik pengaduan,” katanya.
Sebelumnya, dalam akun Twitter, Mahfud mengungkapkan bahwa dirinya ikut tersinggung sebagai warga Nahdlatul Agama. Apalagi tudingan Ahok itu menyasar atas tuduhan terhadap Rois A'am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
"Saya bukan tokoh NU tapi saya warga jam'iyyah NU sejak bayi. Saya tersinggung atas hardikan Ahok terhadap KH Makruf Amin. Saya ikut protes sebagai warga NU," kata Mahfud melalui akun Twitter @mohmahfudmd, Rabu (1/2/2017).
Sebagaiamna diketahui, ketika sidang lanjutan kasus penistaan agama Ahok sempat mengancam akan mempidanakan Ketua MUI KH Ma’ruf Amin saat menjadi saksi. “Nanti bisa membuktikan bahwa kami memiliki data yang sangat lengkap, termasuk tadi dianggap kuorum. Saya keberatan, tidak bisa kuorum dalam organisasi harus orangnya cukup,” kata Ahok. MP-JMP
loading...