Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon mengatakan, pemerintah masih memiliki banyak urusan yang lebih penting menyangkut rakyat, daripada mengurus masalah berita hoax.
Dia mencontohkan, saat ini masalah kenaikan harga bahan bakar minyak, tarif listrik, dan barang lainnya jauh lebih penting untuk diatasi daripada mengurus masalah hoax.
Effendi mengingatkan, jangan terlalu mendramatisir masalah hoax, sebab sudah ada aturan yang jelas dalam perundang-undangan untuk mengatasinya. Menurut Effendi, pemerintah tidak perlu terbawa arus sehingga menjadi panik. “Kok kadang-kadang lebih banyak memusingkan yang tidak perlu,” kata Effendi saat diskusi bertajuk Media Sosial, Hoax dan Kita di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/1).
Anak buah Megawati Soekarnoputri di Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini menyoroti judul headline di salah satu media massa yang menyebut Indonesia sudah darurat hoax. “Apanya yang darurat bos? Kita masih bisa minum teh,” kata dia.
Dia mencontohkan, saat ini masalah kenaikan harga bahan bakar minyak, tarif listrik, dan barang lainnya jauh lebih penting untuk diatasi daripada mengurus masalah hoax.
Effendi mengingatkan, jangan terlalu mendramatisir masalah hoax, sebab sudah ada aturan yang jelas dalam perundang-undangan untuk mengatasinya. Menurut Effendi, pemerintah tidak perlu terbawa arus sehingga menjadi panik. “Kok kadang-kadang lebih banyak memusingkan yang tidak perlu,” kata Effendi saat diskusi bertajuk Media Sosial, Hoax dan Kita di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/1).
Anak buah Megawati Soekarnoputri di Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan ini menyoroti judul headline di salah satu media massa yang menyebut Indonesia sudah darurat hoax. “Apanya yang darurat bos? Kita masih bisa minum teh,” kata dia.
Effendi sepakat siapa pun yang menebar informasi hoax wajib dihukum. Pemerintah sudah memiliki instrumen aturan yang jelas untuk melakukan penindakan. Namun, Effendi mengingatkan, pemerintah tidak boleh mengatur kehidupan orang di media sosial.
Misalnya, dia mencontohkan, ketika masyarakat melakukan interaksi antarsesama manusia di media sosial, biarlah bergerak sesuai dengan hak asasi. “Kalau mengatur itu kesannya kita bukan zaman demokrasi. Tapi kalau mengelola sifatnya mutual, cara persuasif lebih tepat menurut saya.” ujarnya.
Sementara anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi justru berpandangan lain. Dia menegaskan masalah informasi hoax sudah sangat meresahkan.
Bukan hanya di Indonesia, tapi juga dunia. Menurutnya, pers seharusnya menjadi lilin penerang di saat banyak informasi yang beredar. “Persoalannya di Indonesia publik sulit bedakan pers professional atau tidak,” kata Imam.
Dia menambahkan, masalah ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi Dewan Pers untuk melakukan diskusi dengan media-media agar meningkatkan profesionalisme. Sebab, banyak media yang mengambil informasi dari media sosial tanpa melakukan verifikasi.
“Sehingga hoax itu mendapat pembenaran di media mainstream. Jangan menganggap remeh persoalan hoax. Kebebasan berekspresi juga harus ada aturannya.
Tidak bisa seenaknya. Komunikasi di dunia riil ada aturan apalagi dunia maya,” katanya.
Sementara praktisi komunikasi informatika dan kriptografi, Pratama Persadha mengatakan, pemerintah tidak bisa disalahkan soal hoax. Pemerintah punya keterbatasan untuk mengatasi informasi hoax yang menyebar sangat masif di media sosial. “Menurut saya, masyarakat harus berperan aktif untuk membasmi hoax,” ujarnya dalam acara diskusi yang sama. [beritaislam24h.net / jpnn]
loading...