Salah satu tim penasihat hukum Ahok, Sirra Prayuna, kembali menanyakan
terkait saksi pelapor yang tidak melakukan tabayun (klarifikasi ulang)
sebelum melaporkan Ahok ke Kepolisian ihwal ucapan pejawat tersebut saat
kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 sehingga
membuat tersinggung sebagian umat Islam.
Menjawab pertanyaan Sirra, Irena justru menantang penasihat hukum Ahok
itu. "Anda sudah siap dengan jawabannya? Ketahuilah tabayun adalah hukum
di dalam Islam. NKRI itu negara hukum. Kalau dalam hukum Islam,
terdakwa sudah diusir," ujar Irena di auditorium Kementerian Pertanian,
Jalan Harsono, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa (10/1).
Mendengar jawaban Irena, ketua majelis hakim, Dwiyarso Budi Santiarto,
langsung menanyakan apakah tidak sebaiknya sebelum melapor melakukan
klarifikasi terlebih dahulu. Irena pun langsung menjawab bahwa
klarifikasi adalah tugas dari Kepolisian. "Saya taat hukum, yang
memiliki tugas untuk cek dan ricek itu Kepolisian. Saya sebagai warga
negara hanya memiliki hak untuk melapor," kata Irena.
Tak puas dengan jawaban Irena, Sirra langsung menimpali dengan
pertanyaan mengapa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak melakukan tabayun
sebelum mengeluarkan fatwa ihwal mantan bupati Belitung Timur itu yang
telah menghina Alquran. "Kalau untuk itu kan ada saksi ahli dan bisa
langsung ditanyakan ke MUI," kata Irena.
Dwiyarso pun sepakat dengan ucapan Irena. "Saudara bisa tanya ke yang bersangkutan yaitu saksi fakta," katanya.
Dalam sidang kali ini, JPU dijadwalkan mendatangkan lima saksi. Namun,
JPU hanya mendatangkan empat saksi. Saksi tersebut, antara lain
Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman, Wahyudin Abdul Rasyid
dari MUI Bogor, Burhanuddin, dan Irena Handono. [beritaislam24h.net / rci]
loading...